Selasa, 09 Desember 2014

Virus Yang Menyerang Pelajar di Indonesia

 Beberapa waktu yang lalu (atau lebih tepatnya beberapa tahun yang lalu, aku tidak ingat persisnya kapan) ketika aku sedang dalam perjalanan menuju ke rumah, aku melihat semacam spanduk yang intinya berisi "jujur itu hebat". Saat itu aku berpikir, sebanyak apakah kebohongan yang telah diucapkan oleh masyarakat indonesia sampai sampai ada himbauan seperti itu?
Memang saat ini di mata pelajar sendiri, jujur mungkin suatu hal yang sulit terutama mereka yang terbiasa mencontek. Mencontek menjadi fenomena yang sudah tidak aneh. Karena tuntutan sekolah untuk mencapai kkm, siswa harus lebih keras dalam belajar terutama karena banyaknya materi yang harus dikuasai oleh siswa. Mereka yang merasa lelah akan memilih jalan lain yang dianggap lebih mudah, praktis, dan terjamin, mencontek.
Lingkungan juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Siswa yang berada di lingkungan yang terbiasa mencontek mendukung dia untuk mencontek. Bahkan mungkin membuat siswa yang tidak pernah mencotek jadi terbiasa mencontek karena merasa hasil yang dia dapatkan tidak adil. Tetapi sebaliknya, siswa yang berada di lingkungan yang jujur justru menjadi segan untuk mencontek dan merasa malu. Terlebih lagi siswa tersebut tidak dapat bertanya kepada temannya.
Tidak hanya itu, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik seharusnya menegaskan hal ini semenjak dini sampai dewasa. Karena ketika memasuki masa SMA, tak jarang guru menutup matanya dan bungkam mengenai fenomena ini. Akhirnya siswa pun leluasa untuk mencontek sesuka hati. Mungkin bukti yang ditemukan guru kurang kuat. Jika orang tua siswa mengetahui hal tersebut, bisa saja orang tua tersebut malah protes dan menyalahkan sekolah karena tidak ingin anaknya dicap buruk.
Ya, itulah fenomena yang terjadi di Indonesia, sebaiknya pemerintah membenahi kebijakan untuk pendidikan karena siswa merasa sangat terbebani dengan kurikulum saat ini. Siswa dituntut untuk menguasai semua pelajaran dan bahkan harus mencapai nilai ketuntasan minimal. Guru saja hanya menguasai satu bidang, ya walaupun ada yang lebih tetapi mereka tidak akan mendalami sampai lebih dari 10 pelajaran selain yang ia kuasai bukan? Dan pendalamannya pun berbeda. Setelah lulus SMA dilanjutkan kuliah dan bekerja, siswa juga hanya akan mendalami beberapa pelajaran saja. Sebetulnya kurikulum ini pada awalnya memang bertujuan baik tetapi ternyata justru berdampak buruk terutama pada moral siswa dan bahkan keadaan psikis siswa karena stres akibat semua bebannya. Peran guru juga sangat penting untuk menjaga karakter siswa. Guru harus lebih menekankan lagi bahwa knowledge is power but character is more.

Selasa, 11 November 2014

Degradasi Moral

            Saat ini bangsa Indonesia terus mengalami degradasi moral.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia degradasi berarti kemunduran, kemerosotan, penurunan, dsb. Sedangkan moral berarti baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb. Moral juga dapat diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, susila, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bergairah, berdisiplin, dsb.
            Kemunduran moral bangsa Indonesia saat ini terlihat dari berbagai hal, diantaranya tutur kata, cara berpakaian, dan terutama perilaku. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena masyarakat sendiri tidak peduli terhadap tingkah laku anak-anak.Dulu di Sekolah Dasar, murid diajarkan untuk mengatakan secara implisit dan menggunakan kata yang sopan untuk meminta izin ke kamar mandi seperti “pak/bu, izin ke belakang” walaupun sebenarnya kamar mandi tidak benar-benar berada di belakang. Namun ketika di SMP/SMA kebiasaan itu mulai hilang. Murid dengan cueknya mengatakan secara ekspilisit ketika meminta izin kepada guru yang bersangkutan. Hal itu pun tidak diluruskan oleh guru-guru, entah karena murid yang dianggap sudah ‘dewasa’ sehingga dianggap seharusnya sudah mengerti, atau memang sudah tidak peduli.
            Faktor lain yang mempengaruhi degradasi moral anak bangsa adalah lingkungan dan perkembangan teknologi. Remaja yang pada umumnya sedang dalam tahap mencari jati diri membuatnya semakin mudah untuk terpengaruh. Keluarga sebagai unit terkecil tentu saja sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter yang dapat berimplikasi pada moral sang anak. Anak yang terlalu dimanjakan mengakibatkan pembelaan yang berlebihan oleh orang tua terhadap tindakan anak terutama untuk menjaga ‘kehormatan/harga diri’ dari keluarga tersebut. Perceraian, pertikaian, dan ketidakpedulian orang tua membuat anak mencari lingkungan yang baru dan berdampak pada degradasi moral ketika anak memilih lingkungan yang salah.
            Selain lingkungan, perkembangan teknologi juga sangat mempengaruhi penurunan kualitas anak bangsa. Maraknya gadget dan kemudahan akses internet membuat budaya asing masuk dengan bebas sehingga timbul salah satunya budaya barat di kalangan remaja. Pakaian yang ‘terbuka’ menjadi hal yang biasa bagi remaja. Di samping itu, tayangan televisi juga sangat berpengaruh. Misalnya ketika orang tua sedang menonton acara berita, ada tayangan tentang kejahatan dan juga kekerasan yang secara tidak langsung memberikan contoh pada anak. Acara televisi juga semakin tidak bermutu. Muncul acara hiburan yang semakin tidak jelas tujuannya. Film dan sinetron juga memunculkan konflik dan adegan yang secara tidak langsung dijadikan sebagai contoh oleh anak dan menumbuhkan pola pikir pemeran pada film/sinetron tersebut terutama sifat buruk yang dimunculkan pemeran antagonis.
            Hal ini tentu saja tidak akan terjadi begitu cepat jika pemerintah dapat menyaring tayangan-tayangan yang tidak bermutu dan kurang bermanfaat. Selain itu, kepedulian masyarakat terhadap tingkah laku anak juga diperlukan baik dari lingkungan keluarga atau sekolah untuk menimbulkan kebiasaan baik dan menjadikan anak bangsa yang bermoral.

Senin, 01 September 2014

Masalah Pertama?

Kali ini, mungkin aku akan menulis tentang pengalamanku terlebih dahulu. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya ini bukan pengalaman. Mungkin ini lebih pandangan tentang tempat di mana aku bersekolah sekarang.
Bagi orang-orang yang sudah mengenalku, mungkin ada yang sudah tahu tempat aku menuntut ilmu saat ini. Ya, bisa dibilang sekolah ini termasuk sekolah favorit. Bahkan tak jarang sekolah ini disebut sebagai "sekolah terbaik". Yang terbayang dibenakku saat aku mengetahui bahwa aku dinyatakan lulus seleksi terbuka pada tahun ajaran 2012/2013 adalah bagaimana aku akan berada di lingkungan yang dipenuhi oleh pelajar-pelajar terbaik. Dan aku merasa aku bukan apa-apa. Terutama karena aku berasal dari sekolah negeri yang biasa-biasa saja. Pendidikan yang aku tempuh juga bukan merupakan "jalur sutra". Walaupun di sekolahku dulu aku pernah beberapa kali mendapat peringkat 1, tapi aku bukan murid yang bisa dibilang anak emas atau anak yang dikenal oleh semua guru.
Bahkan saat Masa Orientasi Siswa, bayanganku masih tidak berubah. Terutama saat menjalani MOS yang sangat berbeda dari MOS di kebanyakan sekolah. Disaat sekolah lain membawa balon, menguncir rambutnya dengan jumlah tertentu, memakai tas dari karung, kami para siswa baru malah diberi tugas angkatan. Bahkan orang tuaku juga mengatakan, "tumben ga aneh-aneh". Dan ekspektasiku semakin tinggi.
Beberapa minggu pertama sekolah, aku lega ternyata aku tidak separah yang aku bayangkan. Teman-temanku walaupun aku tahu mereka pintar (apalagi saat pertama kali masuk kelas, kebanyakan dari mereka banyak yang memakai kacamata), tapi mereka tidak sejenius yang aku bayangkan (walaupun ada, tapi tidak semuanya). Namun satu hal yang masih aku harapkan. Semuanya JUJUR.
Ya, kejujuran. Sesuatu yang tidak pernah diajarkan secara formal, tetapi harus dididik sejak dini. Aku akui, saat aku SD aku berada di lingkungan yang tidak jujur. Tak jarang dari kami yang bekerjasama saat ulangan. Tetapi aku akhirnya menyadari kesalahanku dan berubah semenjak SMP. Karena saat itu, aku lebih sering dirugikan. Aku yang sebenarnya benar-benar berpikir saat ulangan, tetapi malah temanku yang mendapat nilai bagus dengan jawabanku.
Maka dari itulah, semenjak aku tahu aku akan bersekolah di sini aku berharap sebagai pelajar terbaik, semua murid disini jujur. Namun ternyata dugaanku salah. Walau jumlahnya tidak sebanyak saat aku bersekolah di jenjang sebelumnya, tetapi tetap saja menurutku itu jumlah banyak.
Tetapi setidaknya di sini, aku berada di lingkungan yang baik. Tidak sedikit juga orang yang jujur. Dan bersama mereka lah aku banyak belajar. Karena aku yakin, orang orang hebat yang dulu bersekolah di sini pasti orang yang jujur. Dan semoga suatu saat nanti kami yang akan diceritakan kepada generasi penerus nanti dan terus memotivasi kita semua. :)

Posting Pertama

Halo!
Namaku, ga perlu ditanya lagi ya *liat alamat blog* hehe.
Tahun lahir juga ga perlu dikasih tahu lagi kan?
Disaat orang-orang sibuk persiapan UN, SBMPTN dan mungkin udah mulai mem-vacuum-kan blognya sementara. Aku malah mencoba untuk menulis blog.
Sejujurnya aku bukan orang yang suka dan pintar menulis, baik berupa pantun, puisi, cerpen, apalagi novel. Tapi aku akan coba menuangkan beberapa tanggapanku mengenai berbagai masalah yang sering melintas di pikiranku. Sejujurnya aku bingung memulai darimana, tapi nantikan saja pos selanjutnya! Semoga aku dapat meluangkan waktu untuk memposting lagi nanti :)